Tapi kalau bikin onar dan makan tidak mau membayar, itu hanya beberapa orang, tidak semua. Jadi jangan digeneralisir,” imbuhnya.

Saling membutuhkan


Setiap tahun ajaran baru bisa dipastikan selalu ada merantau baru dari Papua ke surabaya untuk menuntut ilmu. Sampai sekarang, jumlah mereka yang tercatat ada 53 orang, menurut Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua di sana - yang salah satu programnya juga memberi pengenalan kultural pada pelajar Papua yang baru datang ke surabaya.
Bagi , salah seorang warga Papua yang sudah 10 tahun tinggal di sana, masalah diskriminasi ini semakin kuat terasa dalam beberapa tahun terakhir dan tidak ada inisiatif dari pejabat daerah untuk mengatasinya.
"Banyak juga warga non Papua yang suka mabuk, membikin rusuh, dan suka melanggar peraturan lalu lintas. Tapi mengapa selalu kami?" tanya pria yang akrab di sapa Edo.
Apakah ini karena warna kulit?
"Ya jelas," katanya. "Ketika mereka melihat saya berkulit hitam dan berambut keriting, mereka memberi alasan-alasan (menolak menerima anak kos)."
Mencari solusi bersama adalah jalan keluar yang terbaik, kata Edo yang juga aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) surabaya.
"Kehadiran mahasiswa Papua di surabaya membawa pemasukan ekonomi pada warga dan pemerintah daerah. Jadi selayaknya kami diberikan perlindungan dari perilaku diskriminasi. Tidak perlu terpancing dengan isu-isu yang dibangun oleh pihak yang menginginkan kekacauan."
"Bangun kenyamanan bersama, karena kehadiran mahasiswa memberi sumbangsih ekonomi, di sisi lain surabaya juga memberi sumbangsih pada pelajar Papua khususnya dalam bidang pendidikan."
mahasiwa papua kota studi surabaya 
.




Mahasiswa yang biasa dipanggil Benfa ini tidak tahu pasti apa penyebabnya. Yang jelas dia yang sudah diterima menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi sampai sebulan tidak juga mendapatkan tempat kos.
Belakangan Benfa tahu, penolakan itu lantaran dia orang Papua. “Ada yang bilang, tidak menerima kos untuk anak Papua,” ceritanya, Jumat (01/07).
Ini tidak hanya terjadi pada Benfa. “Saya juga ditolak gara-gara saya orang Papua,” kata Ruben Frasa (26), mahasiswa semester akhir salah satu kampus swasta di surabaya.
Suatu hari, pelajar Papua yang lain diminta pergi dari halaman kampus oleh seorang dosen. Mahasiswi yang sedang duduk sambil merajut Noken itu dihampiri diminta pergi karena 'dia orang Papua'. Testimoni mahasiswi yang tak ingin disebut namanya ini lantas dibagikan dalam sebuah unggahan Facebook, memicu perbincangan di dunia maya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.